LAMONGAN, iNewsLamonga.id - Di sebuah bengkel kecil di Jl. Andansari, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Lamongan, Yani, seorang pria berusia 55 tahun yang penuh semangat, mengabdikan dirinya pada sepeda MTB. Bengkel tersebut, dengan nama yang memancing senyum “Doktor, Spd, MTB”, telah menjadi tempat andalan para pencinta sepeda di Lamongan dan sekitarnya.
Yani, yang nama lengkapnya Edi Mulyani, lahir di Tuban pada 23 Maret 1969. Perjalanan hidupnya penuh lika-liku hingga akhirnya menetap di Lamongan pada tahun 1989. Berbekal ketekunan, ia memulai karier sebagai teknisi aki di sebuah gudang, sebelum akhirnya berpindah ke perbaikan velg pada 1993. Namun, passion sejatinya baru ditemukan ketika bekerja di suku cadang sepeda pancal.
“Saat itu saya berusia 26 tahun. Dari situ saya mulai mengenal sepeda MTB,” kenang Yani dengan senyum. Semangatnya tak hanya terinspirasi dari pekerjaannya, tapi juga dari kecintaannya pada komunitas sepeda jelajah Lamongan (Sejala). “Bersepeda bersama komunitas memberi pengalaman yang seru dan semakin membuat saya jatuh cinta pada sepeda MTB,” ujarnya.
Dari Hobi Menjadi Profesi
Kecintaan Yani pada sepeda tak berhenti di situ. Bermodal pengetahuan yang ia pelajari secara otodidak, Yani mulai memodifikasi dan memperbaiki sepeda-sepeda yang memerlukan sentuhan ahli. Ketekunan ini, diikuti oleh anaknya, Nurtalita Salsabila, yang kini berusia 17 tahun dan pernah menjuarai balap sepeda tingkat kabupaten.
“Awalnya saya hanya senang bersepeda. Tapi karena sering ada permintaan modifikasi dari teman-teman, akhirnya saya membuka bengkel ini pada 2021,” cerita Yani. Nama “Doktor, Spd, MTB” lahir dari saran teman-teman yang mengakui keahliannya memperbaiki dan memodifikasi sepeda gunung.
Berkah dan Tantangan di Masa Pandemi
Pandemi Covid-19 ternyata membawa berkah tersendiri. Saat tren bersepeda melonjak, bengkel Yani dibanjiri pelanggan. “Waktu itu ramai sekali, dalam sehari pendapatan bisa mencapai 300 ribu rupiah. Sekarang menurun, rata-rata hanya 100 ribu rupiah,” ungkap Yani. Tren itu, meski kini mereda, sempat memberikan dorongan besar pada usaha kecilnya.
Namun, Yani juga merasakan dampak menurunnya event-event sepeda MTB di Lamongan. “Dulu bisa ada 15 sepeda masuk bengkel per hari, sekarang hanya 5,” katanya. Walau begitu, semangatnya tetap tinggi.
Keahlian Yani yang Diandalkan
Mengutak-atik sepeda MTB bukan perkara mudah. “Sepeda MTB itu kompleks, ada double gear, bahkan sekarang sampai 12-speed. Suku cadangnya juga banyak yang langka di Lamongan,” jelas Yani. Meski begitu, dia tak gentar. Ia kerap menerima pesanan modifikasi dari pelanggan, seperti mengatur gear, memperbaiki rem, hingga mengubah velg sesuai keinginan mereka.
Pelanggan bengkel Yani tak hanya datang dari Lamongan, tapi juga dari Bojonegoro dan Tuban, berkat promosi dari mulut ke mulut. “Ada yang merekomendasikan ke teman, makanya banyak yang datang dari luar kota,” tambahnya.
Tips Berharga untuk Pemula
Sebagai teknisi berpengalaman, Yani punya tips bagi para pemula yang baru menggeluti hobi ini. “Pahami teori shifting gear. Jangan asal oper gigi, terutama saat melewati tanjakan. Rutin cek pelumas rantai juga penting agar sepeda awet,” sarannya.
Para pelanggan pun mengakui keahlian Yani. “Saya langganan di sini karena hasil kerjanya memuaskan dan dia paham modifikasi yang saya inginkan,” puji seorang pelanggan setia.
Harapan untuk Generasi Muda
Melihat tren sepeda MTB yang mulai meredup, Yani berharap ada regenerasi. “Saya ingin anak-anak muda tertarik dengan hobi ini, supaya ada penerus dari generasi yang lebih tua,” tuturnya penuh harap. Baginya, bersepeda bukan sekadar hobi, tapi warisan semangat yang patut dijaga.
Melalui bengkel kecilnya, Yani bukan hanya memperbaiki sepeda. Ia menjaga mimpi dan hasrat, tak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk komunitas yang telah menjadi bagian dari hidupnya.
Editor : Abdul Wakhid