get app
inews
Aa Text
Read Next : Data C1 Pilkada Serentak 2024 di Lamongan Telah 100% Masuk Sirekap

Toko Kelontong dan Impian Besar Ali Pergi ke Tanah Suci

Selasa, 23 April 2024 | 15:57 WIB
header img
Mimpi Ali Mashadi (50) menghabiskan masa tua di kampung halaman terwujud. Bapak tiga anak asal Desa Gembong, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan itu berhenti merantau dan merintis usaha toko kelontong hingga bisa mendaftar haji.Foto: ihya' ulumuddin

LAMONGAN, iNewsLamongan.id - Mimpi Ali Mashadi (50) menghabiskan masa tua di kampung halaman terwujud. Bapak tiga anak asal Desa Gembong, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan itu berhenti merantau dan merintis usaha toko kelontong hingga bisa mendaftar haji.

Pukul 11.45 WIB, Ali Mashadi bersiap menuju masjid. Peci hitam dikenakan rapi, menutup sebagian rambutnya yang putih.

Zuhur segera tiba. Ali bergegas meninggalkan tokonya untuk menuju masjid Al Jihad yang berjarak sekitar 200 meter dari rumahnya. 

Di rumah sederhana itu Ali mendirikan toko kelontong berukuran 3x4 meter. Namanya Toko Barokah. Berbagai kebutuhan rumah tangga tersedia di sana. Ada sembako, rokok, sabun, elpiji, air, plastik hingga aneka kebutuhan rumah tangga lainnya.

Menjaga toko kelontong menjadi rutinitas Ali Mashadi sejak tujuh tahun terakhir. Di sela itu, mantan guru madrasah ibtidaiyah (setingkat SD) ini juga ikut mengurus masjid.

Memutar tilawah di radio hingga mengumandangkan azan istikamah dilakukan setiap hari. Itu sebabnya, dia harus berangkat ke masjid lebih awal setiap kali masuk waktu salat.

“Kebagian azan. Jadi enggak boleh telat,” katanya kepada iNews.id, Minggu (21/4/2024).

Sejak tak lagi merantau, hari-hari Ali dihabiskan di toko dan masjid. Di luar itu dia juga membantu mengajari anak-anak kampung mengaji. Tugas ini rutin dilakukannya di serambi masjid selepas salat ashar.

Aktivitas tersebut kata Ali tidak pernah dilakukan selama merantau di Palembang, Sumatera Selatan pada 2011 silam. Selama lim tahun di bumi Sriwijaya, mayoritas waktunya habis di jalanan, kampung dan pasar.

Jangankan mengajar mengaji, salat Jemaah di masjid saja jarang dilakukan. Kesempatan itu hilang karena pekerjaan.

“Di sana (Palembang) saya jualan tempe keliling. Jadi pedagang asongan di kampung-kampung dan pasar. Gak sempat lagi ke masjid,” tuturnya.

Ali bercerita, merantau ke Palembang pada tahun 2011 silam merupakan keterpaksaan. Sebab, dua petak sawah warisan orang tuanya terjual karena utang, sehingga tidak ada sumber pendapatan. Sementara insentif sebagai guru madrasah juga kecil. Tak bisa diandalkan untuk biaya hidup dan sekolah ketiga anaknya.

Namun, apa yang didapat Ali selama di perantauan jauh dari harapan. Alih-alih bisa menyekolahkan ketiga anaknya hingga perguruan tinggi. Uang tabungannya justru habis untuk berobat.

Sebab, selama di Palembang dia sakit-sakitan. Kondisi itu membuatnya menyerah hingga memutuskan pulang ke kampung halaman. “Pikir saya kalau sampai terjadi apa-apa repot ngurusnya. Sebab, tidak ada kerabat di sana,” tuturnya.

Keputusan Ali untuk pulang ke kampung halaman ternyata tidak salah. Sebab, sakit yang diderita selama di perantauan berangsur sembuh. Lebih bahagia lagi, dia bisa kembali berkumpul dengan ketiga anaknya yang selama lima tahun dititipkan neneknya untuk pergi merantau.

Kendati demikian, masalah baru muncul. Sebab, belum ada sumber pendapatan baru selama di kampung. Situasi itu membuatnya bingung. Saking bingungnya dia berpikir untuk kembali merantau.

Tetapi, ketiga anaknya melarang. Mereka memberi saran agar orang tuanya tetap tinggal di kampung dengan membuka usaha kecil-kecilan di rumah. Toh, ketiga anaknya juga sudah lulus SMA, sehingga beban tak terlalu berat.

“Waktu itu jual jajanan. Ada es dan aneka gorengan serta jajan kemasan. Jualnya di depan rumah,” tuturnya.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut