Madari, (kusir) mengaku dalam sehari penghasilan tidak tentu kadang mendapatkan Rp 50 juga pernah mendapatkan hingga 100 ribu. Penghasilan ini jauh jika dibanding beberapa atau tahun silam dimana kendaran bermesin belum menjamur.
" Kusir dokar yang masih eksis mampu bertahan karena telah memiliki pelanggan masing masing. Pelanggan bukan hanya pada penumpang yang mau ke pergi pasar atau anak yang hendak berangkat Sekolah saja, namun banyak warga ke babat hanya gemar naik dokar sekedar jalan jalan bertamasya bersama keluarga." terangnya
Kusir dokar yang masih eksis sampai sekarang karena mempunyai pelanggan. (Foto : iNews/Atmo)
Lebih Lanjut, Madari mengatakan sering para kusir disini menerima job pada orang yang punya Nandzar, Sunatan , pernikahan, Agustusan. Jika kami tidak mangkal orang kan tidak tahu alamat kusir. Karena kusir tidak semua punya Hand Phone.
"Dari cerita turun menurun warga disini bahwa keberadaan sarana tranportasi Kereta Kuda (Dokar) di Babat sudah ada sebelum Kemerdekaan Indonesia. Dokar pernah jadi sarana traportasi papan atas sebagai sarana traportasi pada masa lampu di kota Babat." ungkapnya
Sementara, Miftah salah seotang Aktivis sosial, yang pernah pernah bergabung dalam lembaga peduli Cagar Budaya , ia menerangkan, Bahwa babat pernah menjadi Kantor pusat Zaman Kolonial Belanda pada pemerintahan VOC (Vereenigde Oostindisce Compagnie). Salah satu sarana tranportasi saat itu adalah Dokar Kereta kuda.
" Diujung cakapnya Miftah menambahkan bahwa Babat adalah kota strategis dan Populis sejak zaman Kerajaan Mojopahit." Pungkasnya.
Editor : Prayudianto