Untuk BSPS rumah tidak layak huni (RTLH) bersumber dari anggaran bantuan kementrian PUPR tahun 2021 sebesar Rp 4 miliyar untuk 200 penerima di kabupaten lamongan provinsi jawa timur.
"Besaran nilai penerima Rp 20.000.000 dengan rincian 17,5 juta untuk membeli matrial dan 2,5 juta untuk biaya kuli atau tukang. Dengan klasifikasi desa Sungegeneng Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, 99 penerima bantuan dan sebanyak 101 penerima pada desa-desa di Kabupaten Lamongan," terang Rois Putra dalam orasinya.
Akan tetapi kata Rois, pada pelaksanaan program BSPS khusunya di Kabupaten Lamongan menimbulkan banyak kejanggalan pada apa yang sudah di atur di peraturan mentri PUPR No. 13 th 2016.
"Tidak sesuai dengan apa yang ada di lapangan, seperti tidak ada pemerataan dalam pembangunan pada program BSPS RTLH. Tidak adanya transparasi penyaluran dana dari SKPD ke penerima. Tidak becusnya Tim fasilitator lapangan (TFL) dalam mengawal dan mengawasi pelaksanaan BSPS. Dan Adanya dugaan pungli terhadap pembelanjaan material bangunan," terangnya.
Rois menyebutkan, ada dua pelapor yang sudah memasukkan laporannya ke Kejari Lamongan sebulan lalu. Pihak Kejari sudah seharusnya segera menindaklanjuti laporan itu dan tidak berjalan lambat. Sebab, sampai saat ini laporan itu menurut Ammpel belum juga ditindak lanjuti oleh Kejari.
"Untuk itu kami, Ammpel mendesak Kejari untuk segera menindak lanjuti kasus korupsi dana BSPS-RTLH 2 dan Mendorong Kejari agar konsisten dalam menegakkan hukum tanpa tebang pilih. Menuntut Kejari untuk memanggil dan memeriksa oknum oknum yang terlibat dalam kasus korupsi dan serta secepatnya Kejari membentuk tim investigasi terkait kasus BSPS - RTLH," tandasnya.
Editor : Prayudianto