Mengulik Sejarah Hari Jadi Lamongan yang Kini Berusia 456 Tahun

LAMONGAN,iNewsLamongan.id - Tepat hari ini Lamongan berusia 456 tahun. Penetapan Hari Jadi Lamongan (HJL) ini berdasarkan prosesi pengangkatan Tumenggung Surajaya sebagai Adipati Lamongan pertama, yaitu 26 Mei 1569 atau bertepatan dengan 10 Dzulhijjah 976 Hijriah.
Pemerhati sejarah dan budaya Lamongan, Navis Abdulrouf menuturkan Hari Jadi Lamongan (HJL) ditetapkan 26 Mei 1569 M, bertepatan dengan 10 Dzulhijjah 976 H. Hal ini, kata Navis, berdasarkan prosesi pengangkatan Tumenggung Surajaya sebagai Adipati Lamongan pertama. "Penetapan ini didasarkan pada naskah kuno yang diteliti oleh Panitia Penyusun Naskah Hari Jadi dan Sejarah Lamongan" kata Navis Abdulrouf saat berbincang dengan detikJatim, Senin (26/5/2025).
Penetapan HJL ini, kata Navis, dituangkan dalam buku Memayu Raharjaning Praja yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan pada tahun 1994. Pada tanggal tersebut, Tumenggung Surajaya diwisuda sebagai Adipati Lamongan pertama oleh Sunan Giri dalam sebuah pasamuan agung di Giri, Gresik. "Wisuda ini berlangsung bertepatan dengan Hari Raya Iduladha ketika itu, menandakan pentingnya peristiwa tersebut dalam konteks keagamaan dan politik pada masa itu," ujarnya.
Sementara, nama Lamongan berasal dari julukan seorang tokoh bernama Hadi, seorang pemuda dari dusun Cancing yang sekarang masuk dalam wilayah administratif Desa Sendangrejo, Kecamatan Ngimbang. Hadi adalah santri kesayangan Kanjeng Sunan Giri IV, yang lebih dikenal sebagai Sunan Prapen, salah satu Wali Songo yang berpengaruh di Gresik. "Hadi dikenal sebagai pribadi yang cerdas, bijaksana, dan memiliki kemampuan luar biasa dalam menyebarkan ajaran Islam serta memimpin masyarakat," jelasnya.
Karena keahliannya dalam “ngemong” atau membina rakyat dengan penuh kasih sayang, terang Rouf, Hadi dijuluki “Mbah Lamong” oleh masyarakat setempat. Kata “Lamong” sendiri diyakini berasal dari istilah Jawa yang merujuk pada sifat mengayomi atau memimpin dengan kelembutan. "Nama ini kemudian melekat pada wilayah yang dipimpinnya, yang kini menjadi Lamongan," paparnya.
Setiap tahun, prosesi peringatan Hari Jadi Lamongan (HJL) selalu diawali dengan ziarah makam leluhur yang dilakukan setiap tanggal 25 Mei. Tahun ini, Bupati Lamongan Yuhronur Efendi beserta jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Lamongan lakukan ziarah ke makam leluhur Lamongan, Minggu (25/5/2025) di Makam Mbah Sabilan, Mbah Punuk, dan Mbah Lamong yang bertempat di Kelurahan Tumenggungan, Kecamatan Lamongan. "Setiap Hari Jadi Lamongan kami jadikan momentum untuk menghormati jasa leluhur yang telah membawa kejayaan Lamongan pertama kalinya. Nilai yang ditorehkan para leluhur penting dipelihara dan diterapkan pada pembangunan Lamongan saat ini, " kata Bupati Lamongan Yuhronur Efendi.
Menurut Bupati yang akrab disapa Pak Yes ini, ziarah ke makam leluhur yang memiliki peran penting akan kejayaan di masa lampau adalah bentuk memelihara nilai perjuangan. Nilai-nilai ini, tutur Pak Yes, bisa diterapkan untuk pembangunan di masa sekarang. "Terlebih pada usia 456 ini mengusung tema Harmoni Menuju Lamongan Berdaya Saing, sehingga perjuangan dan kolaborasi sangat diperlukan," jelasnya.
Selain ke makam Mbah Lamong, Forkompinda Lamongan juga berziarah ke makam Mbah Punuk dan Mbah Sabilan, keduanya juga merupakan tokoh penting dalam sejarah Lamongan. Mbah Sabilan yang hingga saat ini belum diketahui nama aslinya, sangat erat kaitannya dengan tradisi calon pengantin perempuan yang melamar calon pengantin laki-laki di Lamongan.
Tradisi tersebut diambil dari kisah putri Adipati Wirasaba, Dewi Andanwangi dan Andansari, jatuh hati pada kedua putra Raden Panji Puspa Kusuma, yang melamar adalah pihak perempuan. Mbah Sabilan juga merupakan seorang patih atau panglima perang dari adipati ke-3 Lamongan Raden Panji Puspa Kusuma ayah dari Raden Panji Laras dan Panji Liris sekitar tahun 1640-1665. Beliau diberi nama Mbah Sabilan karena meninggal sebagai sabilillah di medan perang.
Editor : Abdul Wakhid