Semua putra-putri Bung Karno langsung diantarkan ke rumah Fatmawati, ibu mereka. Sogol Djauhari Abdul Muchid menyampaikan semua pesan Bung Karno kepada Fatmawati sekaligus mengatakan dirinya hanya menjalankan perintah. Jawaban Fatmawati: Bung Karno itu hanya mementingkan negara saja. Kalian kan tahu, rumahku sempit, tempat tidur tidak ada dan kamar pun tidak cukup.
Tak berlangsung lama datang rombongan Menteri Panglima Angkatan Kepolisian Soetjipto Yudhodihardjo ke rumah Fatmawati. Setelah itu menyusul truk Brimob yang mengangkut empat tempat tidur susun dari kayu beserta kasur dan bantal tanpa seprei dan sarung bantal, serta enam karung beras.
Sementara Bung Karno meninggalkan Istana Merdeka sebelum tanggal 16 Agustus 1967. Proklamator RI itu tak lagi mengenakan baju kebesarannya. Bung Karno keluar Istana hanya mengenakan celana piyama warna krem dengan kaos oblong cap cabe. Baju piyamanya disampirkan pundak dengan kaki beralas sandal cap Bata yang sudah usang.
“Tangan kanannya memegang kertas koran yang digulung agak besar, isinya Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih”. Sogol Djauhari Abdul Muchid berjalan mengiringi di belakangnya. Ia membawakan tas yang berisi minuman ovaltin, minuman air jeruk, minuman air teh, minuman air putih, gelas dan kue-kue kecil. Tangan kiri Sogol menyangklong tas kecil berisi obat-obatan Bung Karno.
“Itulah seluruh harta Bung Karno yang dibawa, selebihnya semua ditinggalkan,” kata Sogol seperti dikutip dalam “Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa, Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 65”. Bung Karno masuk ke dalam mobil pribadinya, VW Kodok dan duduk di belakang. Mobil yang kemudian berjalan menuju Wisma Yaso itu dikemudikan Letnan Kolonel Tituler Suparto dengan Sogol duduk di samping pengemudi.
Sepengetahuan Sogol Djauhari Abdul Muchid, sejak menghabiskan hari-harinya yang banyak sendiri di Wisma Yaso, Bung Karno tidak pernah lagi memasuki Istana Negara. Statusnya sebagai tahanan kota. Bung Karno yang lahir 6 Juni 1901 di Peneleh, Surabaya, meninggal dunia pada 21 Juni 1970 dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur.
Editor : Prayudianto