“Seperti yang diungkapkan Presiden Joko Widodo bahwa harus ada edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terhadap bencana. Oleh karena itu, tugas relawan selain saat tanggap bencana, juga perlu langkah-langkah preventif,” jelas Budi Santosa.
Apalagi saat ini mulai ada pergeseran paradigma, yakni bagaimana memberdayakan masyarakat. “Oleh karena itu, langkah preventif perlu dilakukan. Tidak hanya pada tanggap bencana,” jelasnya.
Upaya-upaya preventif menghadapi bencana ini bisa merangkul kalangan jurnalistik. Mereka diharapkan bisa berkolaborasi dengan relawan dalam mitigasi bencana. Dengan desiminasi informasi, masyarakat akan lebih mengerti bagaimana menghadapi bencana.
“Kerja sama ini untuk penyebaran informasi tentang kebencanaan. Supaya masyarakat lebih paham menghadapi bencana,” ungkap Lutfil Hakim yang juga menjadi pembicara dalam rakor tersebut.
Menurutnya, para jurnalis bisa dberikan pemahaman tentang bencana. Hal ini merupakan nilai tambah dan bisa meningkatkan kompetensi wartawan. Di sisi lain, peran relawan organisasi mitra SRPB Jatim di daerah bisa mengumpulkan aktivis media sosial (medsos) untuk diberikan pelatihan jurnalistik oleh PWI. “Tujuannya supaya ada standardisasi jurnalistik dan tidak menulis hal-hal yang mengandung hoaks,” tukas Lutfil Hakim.
Sementara, Koordinator SRPB Jatim Dian Harmuningsih mengaku sangat berterima kasih dengan adanya MoU ini. Nantinya para relawan kebencanaan bisa mendapat ilmu tambahan tentang jurnalistik.
“Saya bersyukur bisa bekerja sama dengan PWI Jatim. Kami berharap kegiatan-kegiatan kami bisa disebarluaskan kepada masyarakat lewat PWI,” ungkapnya.
Selain itu, para relawan di organisasi mitra SRPB Jatim bisa menambah ilmunya tentang jurnalistik. Sehingga bila mereka berada di daerah bencana bisa membuat laporan yang sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik.
Editor : Prayudianto