LAMONGAN, iNews.id - Tumpukan sampah bisa menjadi karya seni berkelas jika dikelola oleh tangan terampil dan kreatif. Setidaknya, dari tumpukan kertas bekas mampu disulap menjadi beragam jenis bentuk kerajinan bernilai ekonomis tinggi.
Seperti yang dilakukan Totok Martono, sampah kertas dari koran, buku dan jenis lainnya mampu dihadirkan dalam bentuk kerajinan guci, lampu hias, lampu dinding, tempat payung, hiasan dinding, souvenir dan beraneka jenis kerajinan lainnya.
Di teras rumah yang menjadi galeri seni di Desa Moropelang, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan berjejer beraneka jenis kerajinan berbahan baku sampah kertas itu. Jika tak mengamati dengan jeli, barang eksotis tersebut sekilas layaknya terbuat dari gerabah atau keramik. Namun kenyataannya bahan baku yang digunakan keseluruhan menggunakan kertas bekas.
Hasil menyulap barang bekas menjadi barang seni
Karena berbahan kertas, pria bertubuh jangkung itu menjamin guci dan beraneka jenis kerajinan lainnya dijamin anti pecah jika jatuh atau terguling.
“Bahan bakunya semua dari kertas. Tidak ada rangka kawat atau kayu didalamnya,” ujar Totok kepada Jurnalis iNews.id, Jumat (15/4/2022).
Kemampuan mengkreasikan kertas bekas menjadi beraneka jenis barang seni diperoleh dari otodidak. Semuanya bermula dari sekitar 7 tahun lalu. Sebagai jurnalis Totok cukup akrab dengan koran, majalah dan beraneka bahan bacaan. Lazimnya sesudah dibaca Tumpukan koran, majalah menggunung didapur rumah. Melihat pemandangan ‘tak sedap’ itu membuat kolektor ribuan buku ini berpikir kreatif.
“ kalau dijual kiloan eman. Saya iseng-iseng merendam kertas tersebut, saya suwiri menjadi bubur kertas kemudian saya kreasikan menjadi bentuk asbak dan patung, “ ujar bapak tiga anak ini.
Dari sekedar iseng, totok menemukan keasyikan tersendiri berkreasi dengan kertas bekas tersebut. Kreasi demi kreasi terus bermunculan dan lahirlah berbagai bentuk kerajinan.
“ Tidak ada guru. Tidak ada contoh. Saat ada ide ingin buat apa, ya buat gitu saja. Yang penting telaten,“ tambah pria ramah ini.
Banyaknya peminat mengoleksi kerajinan totok, bukan saja karena bahannya dari kertas bekas namun juga karena totok sanggup melayani segala bentuk pesanan. Untuk guci misalnya, selain pemesan bisa menentukan ukuran juga bisa meminta gambar yang diinginkan.
“Gucinya bisa diukir dengan berbagai bentuk relief maupun dilukis dalam beraneka gambar, dari wayang, binatang, pemandangan alam, batik, logo dan sebagainya, “ ungkap alumni IKIP PGRI Tuban ini.
proses pengerjaannya yang rumit, harga jualnya lebih mahal dibanding kerajinan berbahan baku tanah liat. Rata-rata harganya Rp 300 ribu hingga jutaan rupiah. Proses produksinya dibantu dua orang tenaga kerja. Karena keunikan kerajinan berbahan baku sampah kertas usahanya sudah seringkali diliput media cetak dan elekronika. Selain itu dirinya juga sering diundang sebagai narasumber untuk pelatihan pengolahan sampah menjadi barang bernilai ekonomi tinggi. Untuk pemasaran saat ini Totok hanya mengandalkan pesanan. Selain dari perorangan banyak instansi yang memesan berbagai bentuk kerajinan kepadanya.
“Pernah ada yang membeli puluhan kerajinan saya dan dipasarkan di pulau Mataram Nusa Tenggara Barat. Namun dengan berat hati jalinan kemitraan tidak bisa saya lanjutkan karena pesanan dalam jumlah besar sedang kapasitas produksi terbatas,” papar Totok.
Menurutnya, karena dikerjakan dengan cara hand made dirinya tidak bisa memproduksi kerajinan berskala besar. Membuat kerajinan bercitarasa seni tinggi itu menurutnya harus menggunakan hati. Sehingga tidak hanya eksotis namun juga indah dinikmati.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait