Mendak Sanggring: Harmoni Tradisi, Kuliner, dan Harapan Desa Tlemang Kecamatan Ngimbang

Abdul Wakhid
Hanya pria yang diizinkan memasak dalam tradisi mendak sanggring. Foto: iNewsLamongan.id/Abdul Wakhid

NGIMBANG, iNewsLamongan.id - Di puncak perbukitan Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Lamongan, tradisi ruwatan Mendak Sanggring terus hidup, memancarkan harmoni antara adat, budaya, dan semangat komunal. Ritual ini bukan sekadar peringatan adat, tetapi juga menjadi simbol rasa syukur masyarakat desa atas hasil bumi sekaligus penghormatan terhadap leluhur mereka, Ki Buyut Terik.

Pada Jumat, 29 November 2024, suasana Desa Tlemang berbeda dari biasanya. Diiringi alunan musik karawitan yang berpadu dengan hiruk-pikuk pasar dadakan, tradisi Mendak Sanggring digelar dengan khidmat dan meriah. Masyarakat dari berbagai penjuru desa, bahkan dari luar kabupaten, datang untuk menyaksikan prosesi unik yang hanya ada di sini.

Di tengah prosesi, ada satu tradisi menarik: seluruh makanan khas Sanggring, yang terdiri dari ayam dan kuah khusus, hanya dimasak oleh kaum lelaki. Kepala Desa Tlemang, Aris Pramono, menjelaskan bahwa aturan ini didasarkan pada kepercayaan bahwa pria tidak memiliki hadas (kondisi yang dianggap tidak suci). "Makanan ini bagian dari ritual suci, sehingga hanya pria yang diizinkan memasaknya," ujarnya.

 

Sebanyak 156 ekor ayam Jawa dipotong dan diolah dengan teknik tradisional untuk menyajikan makanan khas ini. Aroma Sanggring yang menggoda menjadi daya tarik tersendiri, mengundang setiap pengunjung untuk mencicipi hidangan penuh makna tersebut.

Mendak Sanggring tidak hanya menjadi tradisi lokal, tetapi kini telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional. Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi, menyebutkan bahwa pengakuan ini membuka peluang besar bagi Desa Tlemang untuk berkembang menjadi desa wisata. "Budaya ini menegaskan kekayaan tradisi Desa Tlemang. Dengan pelestarian ini, kita harap kesejahteraan masyarakat semakin meningkat," katanya.

Selain melestarikan budaya, acara ini juga menjadi wadah bagi pelaku UMKM lokal. Pedagang dadakan memenuhi kanan-kiri jalan menuju lokasi prosesi, menawarkan berbagai kuliner dan kerajinan khas Lamongan. Kehadiran mereka menambah semarak acara sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi warga desa.

Keinginan untuk menjadikan Desa Tlemang sebagai desa wisata bukan tanpa alasan. Dengan lokasi yang strategis di puncak bukit, pengunjung dapat menikmati pemandangan kota Lamongan, terutama pada malam hari. Selain itu, tanah desa yang subur membuka peluang besar untuk pengembangan agrowisata.

“Kami berharap dukungan penuh dari pemerintah untuk mewujudkan Desa Tlemang sebagai desa wisata yang mengintegrasikan agrowisata dan wisata religi,” kata Aris Pramono.

Di penghujung acara, wayang tengul dari Paguyuban Seni Waras Cs, Jombang, dipentaskan, menambah suasana magis pada prosesi Mendak Sanggring. Tradisi yang berlangsung selama ratusan tahun ini tidak hanya menjadi pengingat akan sejarah leluhur, tetapi juga menjadi harapan baru bagi Desa Tlemang.

Dengan kombinasi budaya, kuliner khas, dan potensi wisata yang luar biasa, Desa Tlemang tidak hanya mempertahankan tradisinya, tetapi juga melangkah ke masa depan dengan optimisme. Tradisi Mendak Sanggring adalah bukti bahwa harmoni antara warisan leluhur dan inovasi masa kini bisa menjadi kunci kesejahteraan bersama.

Editor : Abdul Wakhid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network