JAKARTA, iNewsLamongan.id – Sebagian pengemudi mobil sport utility vehicle (SUV) cenderung berperilaku arogan saat berada di jalan raya. Di antaranya mengambil jalur sembarangan tanpa memperhatikan pengguna jalan lain atau menyalakan rotator (sirene) dan lampu strobo.
Padahal, mobil tersebut bukan kendaraan dinas petugas pengaman lalu lintas atau pengawalan. Ini kerap menyebabkan konflik di jalan, bahkan sampai ke meja hijau.
Kenapa pengemudi SUV cenderung arogan? Instruktur dan founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengungkapkan ini terjadi karena pengendara mobil SUV bertindak di bawah alam sadar. Mereka merasa paling gagah.
Sebagian pengendara yang berperilaku arogan adalah mereka yang mengemudikan mobil SUV besar, seperti Toyota Fortuner, Pajero Sport dan sejenisnya. “Sebenarnya kita tidak bisa menyalahkan mobilnya, tapi perilaku pengendaranya. Sifat dasar manusia jika menggunakan sesuatu yang lebih baik dan telah diakui banyak orang, dia akan bertindak di luar kendali jika tak bisa mengendalikan emosinya,” kata Jusri saat dihubungi iNews.id.
Pria yang sudah 30 tahun menggeluti dunia safety riding itu menjelaskan hal tersebut terjadi akibat pengendara merasa berhak mendapatkan prioritas. Terlebih bagi mereka yang baru memiliki mobil SUV besar.
“Biasanya fenomena ini terjadi karena dia baru saja mendapatkan mobil baru yang memang telah diakui lebih baik atau bernilai tinggi. Bahkan, seorang sopir saja bisa berperilaku arogan karena mereka bertindak di bawah alam sadar,” ujarnya.
Menurut Jusri, kondisi seperti itu sebenarnya normal tapi tidak dapat dibenarkan karena dapat membahayakan orang lain. Namun, sangat sulit untuk menghilangkan hal tersebut karena menjadi sifat alami manusia.
“Ada suatu pola pikir yang membentuk karakter untuk menjadikannya arogan saat di jalan. Sama saja seperti suporter sepak bola ketika klub kesayangannya menang atau kalah, secara psikologis mereka bisa meluapkan emosinya di jalan,” katanya.
Bagaimana bila bertemu dengan pengendara SUV arogan? “Pengguna jalan lain seharusnya bersabar (defensive driving) ketika menemukan perilaku pengendara mobil SUV seperti itu. Kita tidak bisa menilai perilaku seseorang, karena jika terbawa emosi bisa melakukan tindakan di luar kendali,” ujarnya.
Dia mengingatkan jangan sampai terjadi konflik karena akan berbuntut panjang. Jika sama-sama emosi tidak akan ada yang mau mengalah dan mengakui kesalahan.
“Hanya hakim yang dapat menentukan mereka salah atau tidak. Usahakan jangan sampai terjadi konflik verbal dan non-verbal, apalagi fisik. Saya menyarankan jauhi konflik untuk menghindari kejadian yang tak diinginkan,” katanya.
Hal senada disampaikan pengamat otomotif, Bebin Djuana. Dia menegaskan, meski tidak semua mengemudikan mobil dengan bodi lebih besar secara tidak langsung memberikan pengaruh psikologis kepada pengendara.
“Ini kembali lagi ke perilaku berkendara. Jika menempatkan diri sesuai dengan porsinya, maka kita bisa berkendara dengan bijak. Hanya mobil SUV ini kan bodinya lebih besar jadi merasa perlu diutamakan,” ujar Bebin.
Sebagian pengemudi mobil sport utility vehicle (SUV) cenderung berperilaku arogan saat berada di jalan raya, kenapa? (Foto: Ilustrasi)
Editor : Prayudianto