"Larangan meliput kegiatan demo ini, kita anggap sangat mencederai undang-undang dan kebebasan pers. Kalau alasannya kita tidak boleh masuk karena kapasitas ruangan terbatas, tapi kenapa yang lainnya boleh masuk sedangkan kami tidak boleh," katanya kepada iNews.id.
Tak hanya larangan liputan, puluhan wartawan yang bertugas di Lamongan juga tidak diperkenankan untuk wawancara dengan kepala BPN. Asalnya kepala BPN mengaku kasus polemik patok tanah milik warga Putat Kumpul sudah selesai.
"Bapak tidak bersedia untuk diwawancarai dan beliau juga mau ada urusan di Surabaya, lagi pula urusannya ini sudah selesai," kata salah satu petugas keamanan Cahyono Adi.
Sedangkan, Suroso warga Desa Putat Kumpul mengatakan, ada ribuan yang mengajukan permohonan PTSL di tahun 2020 lalu, untuk proses sertifikat tanah sendiri sudah selesai. Namun yang menjadi polemik warga diminta untuk melakukan pematokan batas wilayah sendiri. Namun yang terjadi masyarakat justru saling klaim sepihak.
"Selama ini yang terjadi masyarakat justru bersitegang satu sama lain karena itu saling klaim kepemilikan," pungkasnya.
Editor : Prayudianto
Artikel Terkait