Nadiem Makarim Diperiksa Jampidsus Terkait Korupsi Chromebook Rp9,9 Triliun, Hotman Paris Tak Hadir

JAKARTA,iNewsLamongan.id- Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, akhirnya memenuhi panggilan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pada Senin, 23 Juni 2025. Ia datang untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang nilainya mencapai Rp9,9 triliun.
Nadiem hadir di Gedung Bundar Kejaksaan Agung dengan mengenakan kemeja krem dan membawa tote bag, didampingi oleh tim kuasa hukumnya. Namun, yang menarik perhatian, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea tidak terlihat mendampingi mantan menteri tersebut.
Sesampainya di lokasi, Nadiem memilih tidak memberikan komentar kepada awak media. Ia hanya menyapa dengan senyum tipis, tanpa menjawab pertanyaan wartawan.
Pihak Kejagung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Harli Siregar, pada Jumat (20/6/2025), menegaskan bahwa posisi Nadiem sebagai menteri kala itu sangat strategis dan berkaitan langsung dengan pengawasan pengadaan laptop untuk sekolah.
“Yang bersangkutan kita tahu menjabat menteri dalam kurun waktu itu. Tentu sangat berkaitan dengan bagaimana fungsi-fungsi pengawasan yang dilakukannya terhadap jalannya pelaksanaan pengadaan Chromebook,” ujar Harli Siregar.
Pemanggilan Nadiem dimaksudkan untuk mendalami fungsi pengawasan internal yang ia jalankan selama menjabat sebagai Mendikbudristek, terutama dalam proyek pengadaan laptop untuk program pembelajaran digital pascapandemi.
Penyidik meyakini bahwa informasi dari Nadiem dapat menjadi kunci penting dalam mengungkap rantai mekanisme pengadaan, termasuk proses tender dan distribusi laptop ke sekolah-sekolah di seluruh wilayah Indonesia.
Kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook ini resmi naik ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Proyek dengan nilai fantastis mencapai Rp9,9 triliun tersebut awalnya ditujukan untuk memperkuat digitalisasi sistem pendidikan nasional setelah pandemi.
Namun, Kejaksaan Agung menemukan indikasi adanya mark-up harga, pengadaan fiktif, hingga dugaan penggelapan dana, yang kemudian memicu penyelidikan menyeluruh terhadap semua tahapan proyek — mulai dari perencanaan, proses lelang, hingga pengiriman perangkat.
Kasus ini menuai kritik keras dari publik karena menyangkut pengelolaan anggaran pendidikan yang seharusnya memberi dampak langsung pada siswa dan sekolah.
Beberapa LSM antikorupsi turut angkat bicara dan mendesak agar Kejagung menelusuri lebih jauh potensi keterlibatan vendor-vendor besar, termasuk pihak pemenang tender utama yang terlibat dalam pengadaan laptop.
Sejumlah pengamat hukum juga menilai bahwa pemeriksaan terhadap Nadiem Makarim bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar praktik tidak transparan dalam pengadaan barang dan jasa di sektor pendidikan yang selama ini luput dari sorotan.
Editor : Abdul Wakhid